Berpolitik secara praktis dan kritis

Berpolitik secara praktis dan kritis
eposdigi.com

sisipagi.com – Secar naluriah aktivitas berpikir kritis perlu diasa dari waktu ke waktu. Pun demaikian dangan berpolitik tidak hanya berpolitik praktis tapi penting juga berpolitik secara kritis.

Peradaban berpolitik

Kritis atau berpikir dengan naluri dan ketajaman naluri adalah “tol” mulia yang kurang diminati. Termasuk di dunia politik, banyak yang memilih pragmatis yang sepupuan dengan politik praktis hehehe.

Ketika kita semua memahami bahwa berpolitik adalah sebuah aktivitas peradaban umat manusia paling tua dan tertua. Dari sini kita akan menyadari pentingnya proses politik.

Sebelum negara lahir proses politik berlangsung, artinya kegiatan berpolitik itu ada bahkan sebelum negara atau bentuk negara itu sendiri lahir. Tanpa atau tidak adanya negara proses politik diselenggarakan dalam segala aspek kehidupan dari perputaran roda ekonomi hingga proses pendidikan sebagai keberlanjutan sebuah generasi. Dan banyak lagi aspek lainnya.

Peradaban 5 tahun sistem politik kita

Indonesia tentu memiliki sejarah panjang baik sebagai peradaban, bangsa hingga negara yang kini memilih dan disepakati sebagai negara demokrasi. Secara praktis bisa dilihat secara sederhana adanya pemilu dan orang-orang selalu riuh dengan pemilihan kepala negara.

Perhelatan politik praktis setidaknya ada musim lima tahunan. Kita memilih presiden ditandai dengan pemilu yang diselenggarakan 5 tahun sekali untuk satu periode kepemimpin dengan sistem presidensial.

Sebuah sistem atau perjalanan sebuah aturan yang menempatkan kepala panglima tertinggi dalam sebuah negara adalah presiden. Kita menyebutnya kepala negara. Namun pertanyaan mendasarnya ketika dilantiknya seorang presiden, sebagai warga negara berankah kita turut kritis mengawasi jalannya pemerintahan dengan kepemimpinan kepala negara?

Politik: Aktivitas tertua sebuah peradaban

Ketika kita harus menilik pada peradaban kuno maka secara nayata aktivitas politik sudah ada sejak era tua tersebut. Mesir kuno membangun piramida dengan politik kekuasaan kala itu. Begitu pun Yunani kuno membangun politik dengan kekaisaran yang besar dan kuat.

Lalu pada akhirnya Yunani mulai mencoba untuk mengembangkan sistem politik demokrasi. Hari ini jadi sistem politik paling populer di gunakan oleh banyak negara termasuk Indonesia saat ini.

Ketika risalah kenabian ditutup oleh Baginda Rasulullah SAW atau dikenal dengan Nabi Muhammad SAW. Aspek demokratis pun dikembangkan kala peradaban Madinah dibangun oleh beliau dimana perjanjian tertulis dan tertua terbit untuk kepentingan politik bersama atantara Islam, Yahudi dan pendudukan yang masih berkayakinan pada penyembahan berhala.

Pada dasarnya apapun sistem yang dianut bahwa politik adalah aktivitas alami yang lahir dan muncul sejak lama. Negara hanya alat untuk menjambatani proses politik, negara hanya hadir untuk melahirkan birokrasi demi birokrasi untuk sebuah tujuan dan strategi politik itu sendiri.

Berani berpolitik praktis dan kritis

sejak tahun 2022 penduduk Indonesia yang berusi 18 tahun ke atas mencapai 200 juta jiwa lebih ini berarti angka pemilih ditahun 2024 saat ini menanjak signifikan semakin banyak. 60% pemilih muda dan kritis ada di tahun politik pada pemilu tahun ini.

Namun di sisi lain ada pandangan kritis yang terukur tentang praktis dan keikutsertaan pemili muda satu sisi kabar gembira untuk demokrasi di sisi lain bisa saja suara mereka menjadi sia-sai karena banyak faktor. Sebuah survey dari Litabang Kompas merilis hasil, pada tahun 2023 hanya 52,5% penduduk Indonesia yang percaya bahwa politik memiliki dampak pada kehidupan masyarakat secara langsung.

Paparan fakta dan analisa di atasa membawa kita semua berpikir dan mencoba untuk mengkaji ulang kanapa ada benturan langsung tentang harapan pada banyaknya pemilih mendatang dengan usia emas. Namun di sisi lain kepercayaan masyarakat pada proses dan hasil politik menurun dimana hampir seperuh penduduk kita pesimis.

Senerai Penutup: politik adalah cermin peradaban

Politik adalah cerminan dari kesadaran berperadaban yang menuntut kita untuk kritis, bukan sekadar pragmatis. Di tengah fenomena rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap dampak politik, generasi muda memiliki kesempatan besar untuk menghidupkan kembali semangat partisipasi kritis.

Ketika kita, sebagai warga negara, berani berpikir kritis dan terlibat aktif dalam proses politik, kita turut membentuk masa depan bangsa yang lebih matang, transparan, dan bermartabat. Inilah sebuah cita-cita perdaban demokrasi itu.

Allahualam

Kilik, membaca tuntas, dan komentar. Sangat berarti untuk penulis/editor. Terimakasih. Tertanda Management SISIPAGI.

Writer, Lecturer, Editor: Keseharian menulis, dosen tamu di dunia jurnalistik dan menyusun buku berbagai isu.