Dari kota perantauan menemukan alam literasi: baca-nulis

Dari kota perantauan menemukan alam literasi: baca-nulis
by. Patrick Tomasso

sisipagi.com – Perjalanan panjang sejak remaja dari kota ke kota adala perjalanan literasi yang panjang. Harapannya sederhananya tulisan ini membawa kita pada satu inspirasi istimewa dan kelak kita adalah pejuang literasi bagi negeri dalam tinta emas sejarahnya. Semoga!

Mungkinkah literasi baca-nulis akan mati?

Literasi tak akan mati, dia sedang menjelma redup. Kelak mata akan terbuka betapa bahaya mematikan penerang pikiran.

Hal di atas akan terjadi. Setelah kita sadar berada dalam kegelapan.

Jadi kelak membaca dan menulis tidak akan pernah mati. Kitalah yang akan mati jika tidak membaca dan menulis.

Terkesan otoriter pernyataan di atas. Namun fakta negara yang maju dikarenakan peradaban membaca dan menulis mereka tinggi.

Ada baiknya kita renungi bersama sebuah pertanyaan. Negeri kita terjajah ratusan tahun hingga hampir satu abad merdeka. Mungkinkah akan maju tanpa peradaban membaca dan menulis yang tinggi?

Perjalanan awal literasi sang Remaja

Teringat saat bersekolah Sekolah Menengah Atas (SMA). Sebagai remaja melanjutkan studi ke kota.

Karena saat itu desa kami belum memiliki SMA atau SMK (Sekolah Menengah Kejuruan). Ya, singkatnya masih remaja sudah merantau ke kota orang.

Tidak hanya belajar di sekolah melainkan akan bergaul dengan orang baru. Begitulah sang perantau dan penuntut ilmu.

Kota kecil itu bernama Nunukan. Berada di pelosok dan ujung negri, berbatasan laut langsung dengan nunukan. Sekarang kota ini bagian dari Kalimantan Utara dimana dulu saat saya bersekolah kota ini masih menjadi bagian dari Kalimantan Timur.

Nunukan Awal Pijakan

Saya pun bersekolah di kota kecil itu tepatnya di SMA Negri 1 Nunukan. Kala itu masuk di sana adalah sebuah prestisius.

Karena belum ada sekolah swasta unggulan maka di SMA 1 Negri adalah alternatif sebagai pilihan prestisius. Daerah ini terbilang masih tertinggal walau sudah disebut sebagai kota kabupaten.

Kembali, waktu menghantarkan dan memberi ruang awal perjalanan. Sekolah ini membuka langkah awal.

Khususnya di dunia literasi. Bertemu dengan beberapa sosok guru atau pengajar di sekolah yang menurut saya istimewa.

Guru itu Jendela


Guru selalu saja menjadi jendela kenangan pada arah masa depan. Ya, menginspirasi bahkan hanya dengan satu ucapannya di kelas.

Apatah lagi bertemu guru-guru yang istimewa. Kita kapan saja bisa bernostalgia dengan mata pelajaran yang diajarkan guru kita dahulu.

Saya teringat guru bahasa Inggris dan guru kimia. Pernah dihukum guru hingga celetukan dikelas yang berkesan.

Perpustakaan berjalan itu guru


Dengan guru-guru kita menemukan keteladanan. Mereka adalah bahan bacaan yang berjalan.

Dari semua guru yang ada membuat pondasi kuat alam literasi. Perpustakan di daerah kami tak seistimewa kota di Jawa sebut saja Jogaja.

Tapi Nunukan saya menemukan pijakan awal berpikir dari guru-guru istimewa.

Singkatnya, saya pun memutuskan untuk jauh merantau lagi, ya ke kota istimewa untuk belajar dan berguru lebih luas ke banyak orang bahkan tukang becak sekalipun guru saya saat di Jogja.

Alam literasi dan menulis

Di Nunukan saya memulai perjalanan sebagai penulis. Tentu saat itu masih remaja menulis adalah hal menyenangkan.

Berawal dari hobi membaca novel tebal tapi tetap pada tataran bacaan ringan dan menyenangkan di dunia romansa. Negeri Van Orange salah satu buku tebal pertama yang saya lahap habis.

Akhirnya keberanian menulis itu hadir. Kemudian kini jemari kasar ini sudah saya hibahkan untuk menulis sampai mati. Ini keputusan paling sadar dalam hidup.

Dari nunukan hingga jogja saya menemukan alam baru. Alam itu saya namai, menulis-samapai-mati!

Perpustakaan adalah rumah

Puncaknya ketika kuliah, melahap buku-buku dari tokoh sejarah dan lenulis legend saya babat habis. Masuk di kampus dengan fasilitas perpustakaan lumayan lengkap.

Saya memutuskan untuk membangun perpustakaan di kosan hingga kontrakan. Bahakan kini bercita-cita rumah kami kelak adalah sebuah perpustakaan.

Entah di kota mana tempat saya dan keluarg kecil saya akhirnya berlabuh. Semoga perpustakaan adalah rumah segera terwujud.

Salam,
Jumat 10 Rajab 1446 H

Writer, Lecturer, Editor: Keseharian menulis, dosen tamu di dunia jurnalistik dan menyusun buku berbagai isu.