Esensi Penyair dalam Film, “Istirahatlah Kata-Kata”

Esensi Penyair dalam Film, "Istirahatlah Kata-Kata"

SISIPAGI – Merangkai kata dengan keresahan adalah kerja nyata dari para pujangga kata. Ya, penyair jangan mengistirahatkan kata-kata. Sentimental dan upaya untuk menghidupkan empati peradaban akan mengalami terjal kesulitan tersendiri. Istirahatlah kata-kata merupakan filem penggugah sekaligus mengenang aktivis-penyair buronan jadi bulanan rezim kala itu. 

Persembahan Sang Sutradara Yosep Anggi Noen

Film “Istirahatlah Kata-Kata” merupakan filem yang menarik dalam dunia film tanah air. Sang Sutradara Yosep Anggi Noen yang berlatar akedemik sarjana politik tak heran filem kali ini bernuansa perlawan politik. Dingkat dari kisah nyata seorang Widji Tukul, aktivis politk yang syairnya “ditakuti” rezim kala itu hingga ia hilang dan misteri hingga hari ini. 

Tentu film ini bukan untuk dinikmati semua kalangan. Ketertarikan aktivis pada ruang politik dan rezim otoriter tentu ini bagai mata air untuk menghilngkan dahaga haus intelektual akan isu politik dalam catatan sejarah negri. 

Widji Tukul dan Masyarakat Sipil

Penonton akan dibawah pada alur sejarah yang sangat dekat dengan masyarakat sipil. Apalgi Widji Tukul harus lari dari kota ke kota dan berinteraksi dengan berbagai macam masyarakat dengan latar yang berbeda. Suasan kala itu di tahun 1996 hingga 1998 dimana puncaknya kejatuhan rezim orde baru. Ini memberikan gambaran kesejarahan yang sangat dekat. 

Tidak hanya aspek politis yang masih bisa lebih jauh diperdebatakan dari berbagai sudut bahkan nuansa kepentingan masing-masing. Saya tertarik pada aspek Widji Tukul sebagai penyair dan membawa esensi kuat bahwa pujangga harusnya berani bersuara. Dengan segala resikionya!

Pembaca buku dan jadi buronan reezim

Pada film ini ditampilkan kisah rumah tangganya yang harus jadi korban intain dan mata-mata para intel bahkan buku-buku Widji Tukul banyak yang harus di sita. Kabar itu datang padanya saat sedang lari di sebuah kota berbeda tepatnya di Pontianak Kalimantan Barat tahun 1996 tepatnya . 

Widji Tukul yang menghabiskan banyak buku memanglah ia juga seorang penyair kuat. Dalam pelariannya ia tetap menuliskan dan melahirkan sajak-sajak peralawanannya. Ia memang bukan penyair ulung bahkan maestro yang dimiliki negri tidak seperti Taufik Ismail, Ainun Najib bahkan Gus Mus yang jadi idolanya. Setidaknya ia jadi tokoh yang menarik untuk diikaji dalam dinamika perpolitikan tanah air lewat perlawanan syair-syair yang ia ciptakan. 

Curahan hati sang penyair kata-kata

Sahabat Widji Tukul, Tomo  memiliki kesan tersendiri saat manjumpai Tukul membaca puisi di Museum Gothe di Jakarta pada 1994. Tukul membaca puisi dengan idiom sederhana namun mampu dibawakannya dengan ekspresi yang begitu dalam. 

Kembali pada filem ‘Istirahatlah Kata-Kata’ Widji Tukul merespon dirinya sebagai buronan mengungkapkan, 

“Ternyata jadi buron itu jauh lebih menakutkan dari pada menghadapi sekompi kacang hijau bersenapan lengkap yang membubarkan demonstrasi” ia berujar demikian karna pertanyaan untuknya kenapa ia harus jadi buronan hanya karena puisinya. 

Istirahatlah kata-kata di alam tirani

Inilah sekelumit potret Tukul dalam filem yang ditangkap sebagai seorang buronan yang syairnya jadi api penyebabnya. Ia bersyair dan menjadi penyair tanpa takut dengan tirani sekalipun.

Tulisnya, istrahatlah kata-kata membawa pesan kuat bahwa penyair juga memiliki masa akhirnya. Bukan karena tak mampu mencipta sajak lagi tapi tragedi bahkan takdir yang ada menuntutnya untuk beristrahat.

‘Istrahatlah Kata-Kata’ membawa esensi mendalam bagi penyairnya dan penyair yang mencintai nasib masyarakat kecil di manapun bahkan penyair masa depan nanti.  Untuknya teruslah berkarya!

Selamat bersyair dengan bebas selama masih memiliki ruang. Semoga Widji Tukul selalu hadir dalam legacy syair “perlawanan” bagi siapa saja yang ingin melanjutkannya. 

Salam

NB: Artikel menarik ini pernah tayang highlight di laman kompasiana. Tertanda Management SISIPAGI.

TeMen (Teman Menulis): Sebuah Perjalanan Literasi untuk negeri
SISIPAGI Management

Writer, Lecturer, Editor: Keseharian menulis, dosen tamu di dunia jurnalistik dan menyusun buku berbagai isu.