Sisipagi.com – Salah satu tulisan Gus Mus (Kiai Mustofa Bisri) yang menggugah dimuat dalam buku Pesan Islam Sehari-hari (Memaknai Kesejukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar). Buku ini diterbitkan pada 2018 silam, salah satu menarik perhatian saya adalah sub berjudul “Godaan Kehidupan dan Kekuasaan”. Semoga bermanfaat dan selamat menikmati.
Fitrah Manusia tentang Kekuasaan dan Kesalahan
Entah kebetulan entah sejak dalam ‘skenario’ memang harus demikian. Seperti sudah sama-sama kita ketahui, mula-mula Allah mengumumkan akan menciptakan manusia yang akan dijadikan khalifah, penguasa, di bumi. Setelah Adam, Bapak manusia, benar-benar tercipta, Allah menyuruh sekalian hamba di langit menyembahnya, menghormatinya. Semuanya pun berperilaku menjalankan perintah Allah, menyembah Adam, kecuali sang angkuh Iblis. Akibat keangkuhannya, Iblis menerima hukuman abadi. Dan karenanya lalu balas dendam kepada Adam yang dianggapnya menyebabkan keterhukumannya. Adam, sang khalifah, pun kemudian digodanya. Dengan apa sang khalifah ini digoda?
Oleh Iblis, Adam digoda agar mendurhakai Tuhannya yang telah dengan kasih-sayang mencipta dan mengangkatnya sebagai khalifah, dengan iming-iming kehidupan dan kekuasaan yang kekal (Baca QS. 20:120). Dan Adam tergoda. Memakan ‘buah yang dipercayainya-akibat bujukan Iblis-dapat membuatnya hidup dan berkuasa selama-lamanya. Inilah dosa awal manusia.
Maka herankah kita apabila anak-cucu Adam, terutama yang terlalu menyadari kekhalifahannya, begitu gampang tergoda oleh kehidupan dan kekuasaan?
Bahkan sepertinya keinginan hidup dan berkuasa terus, merupakan benih yang menyatu dan lahir bersama manusia, sampai dia menyadari kehambaannya. Jangan-jangan tangisan dan jeritan bayi saat lahir ke dunia, juga sebenarnya merupakan ungkapan belaka dari keinginan hidup dan berkuasa itu.
Lihatlah, bayi-seperti menyadari kehidupan dan kekuasaannya-begitu tak peduli terhadap sekelilingnya. Yang penting semua keinginannya terpenuhi. Setiap kali dia ‘menunjukkan kekuasaannya’ dengan senjatanya yang cukup ampuh: menangis!
Lalu lambat-laun meningkat, dari sekadar menangis ke memukul-mukul atau bahkan merusak. Sampai sang orangtua pun menyadari kekuasaan mereka sendiri. Atau kesadaran akan kekuasaan mereka sendiri melebihi toleransinya terhadap ‘kekuasaan’ anak mereka. Dan, Anda tahu, seringkali ‘kesadaran’ ini berlanjut terus hingga si anak sudah menjadi dewasa.
Adalah wajar seorang kernet yang tawadhu memendam cita-cita suatu saat bisa menjadi seperti bosnya: sopir. Karena, di matanya, sopir lebih berpeluang hidup langgeng’ dan begitu berkuasa di kendaraannya dan di jalanan. Sopir, meskipun misalnya berperawakan kecil mungil, begitu mengemudikan kendaraannya, serasa diri sebesar kendaraannya itu. Jika kemudian cita-cita sang kernet kesampaian, benar-benar menjadi sopir, apa yang terjadi?
Sang kernet yang tawadhu pun tiba-tiba berubah. Ketika mengemudikan bus, misalnya, maka mobil-mobil kecil atau apalagi kendaraan seperti sepeda, harus menyingkir dari hadapannya, kalau tidak ingin ia libas. Dia sekarang adalah khalifah di jalan. Kendaraan-kendaraan kecil itu bisa apa, penumpang-penumpang bus bisa apa? Begitulah; maqam sopir ternyata dapat dengan mudah mengubah perangai dan sikap sang mantan kernet.
Barangkali anak Anda-atau Anda sendiri-sejak masih sekolah, sudah memimpikan kelak akan menjadi dokter yang bisa hidup dan menguasai para pasiennya. Atau insinyur yang bisa hidup dan menguasai para staf dan tukang-tukang. Atau kiai yang hidup dan menguasai para santrinya. Atau malah bupati yang sangat hidup dan menjadi penguasa tunggal di kabupatennya. Mungkin juga, mula-mula tak tersirat hal-hal seperti itu dalam impian Anda maupun anak Anda, namun kemudian ‘bawaan’ dan godaan bertemu dalam perjalanan hidup, dan yang terlihat pun hanyalah kehidupan dan kekuasaan yang kekal itu.
Keinginan Hidup dan Berkuasa: Benih yang Melekat dalam Manusia
Namanya saja fana; mana ada kehidupan kekal di dunia ini? Mana ada kekuasaan tanpa akhir? Mana ada bayi abadi? Mana ada sopir seumur hidup? Mana ada pejabat tidak mengalami pensiun dan dipensiunkan? Kehidupan dan kekuasaan yang kekal itu hanyalah bualan Iblis.
Namun seringkali, terutama ketika kita masih sangat hidup dan berkuasa, melalui kehidupan dan kekuasaan kita itu, Iblis terus meninabobokkan kita hingga kita menjadi lupa. Maka, Anda yang sedang menikmati hidup dan membanggakan kekuasaan-sebesar atau sekecil apa pun-kiranya patut mencatat syair Arab ini di hati Anda:
Idzaa hamalta ilal qubuuri janaazatan Fa’lam biannaka ba’daha mahmuulu Wa idzaa wuliita umuura qaumin saa’atan Fa’lam biannakan ba’daha ma’zuulu (Bila suatu ketika kau memikul keranda ke kubur Ingatlah bahwa sesudah itu kau akan dipikul pula Dan bila kau diserahi sesuatu kekuasaan atas kaum Ketahuilah satu saat kau akan diberhentikan juga).
Untuk kalian yang peduli dan menikmati tulisan ini lalu berkenan memberikan tip buat penulis, caranya? Silahkan klik laman berikut: tip dan jajan penulis , terimakasih:)
Leave a Reply