SISIPAGI – Jika harus menjadi aktivis berlatar sebagai santri. Ada baiknya kita renungi pesan dan dauh baik dari Gus Dur tentang tiraktanya seorang santiri itu membaca lalu ibadah paling membekas ya menulis. Sebuah renungan mendalam untuk diri sendiri.
Hal gila di pagi hari
Pagi buta mata masih sembab oleh rasa kantuk yang luar biasa. Aku mencoba membuka mata sekaligus menantang pikiran sendiri untuk melakukan hal gila.
Sembari nyeduh kopi tubruk dengan tambahan rempah kayu manis. Asam lalu mengikat tipisnya rasa pahit karakter arabika dicampur karakter rasa kayu manis yang anda tau sendiri rasanya. Tubruk-nabarak dah tuh rasanya hahahaha.
Lalu menulis, orang gila mana yang masih punya rutinitas menulis dan menyelesaikan draft bukunya. Di zaman gadget seperti saat ini. Data mukhtahir menunjukan anak-anak Indonesia usia remaja hingga bangku kuliah mencatatkan rekor liat layar gadget mereka 10 hingga 12 jam perhari. Pencapai maha dahsyat bukan?
Ngopi: Disikusi ngalor-ngidul
Di atas adalah kegiatan pagi hari. Malamnya di zaman perkuliahan dulu saya memiliki kegiatan rutin nyantri kalong (istilah untuk santri yang tidak mukim di pondok pesantren), jagongan, nogopi dan diskusi ngalor-ngidul bareng kawan santri atau kawan kuliah itu sendiri dari beragam disiplin jurusan baik kesehatan, filsafat, hukum dan saya sendiri anak “sastra” dengan formalitas kuliah pendidikan agama.
Isi obrolan diskusi dengan kawan-kawan baik yang pengusaha, pekerja paruh waktu alias serabutan hingga politikus daerah. Ragam obrolan ngalor ngidul diutarakan baik dunia usaha, kerja hingga ekskalasi politik di akar rumput khususnya permainan wilayah dan daerah.
Demikianlah isi obrolannya kira-kira. Namun satu persatu kawan dengan idealisme akitivismenya kala kuliah dulu mulai berguguran karena realitas pekerjaan atau birokrasi tempat mereka “hidup”. Ini wajar gak perlu dihujat atau dihakimi sedemikian rupa.
Idealisme dan Aktivisme yang Panjang
Ketika tersisa satu dua orang kawan diskusi akhirnya aku sampai pada satu celutuk di dalam hati. Perjalanan apapun itu panjang, dan semua membutuhkan resiko panjang yang saya sebut pertarungan.
Seketika mampu mendefinisikan diri sebagai singa muda yang lapar. Usia muda tapi perasaan lapar semakin lapar untuk sebuah pertarungan panjang di lapangan usaha hingga pengamatan ekskalasi (permainan) politik yang ada tentu dunia politik hari ini jauh dari kata sehat ya tidak ideal kata kami yang sok ngaku jadi aktivis ini hehehehe.
Santri muda itu mencoba idealis
Ketika Tan Malaka mengingatkan kita semua tentang idealisme hanya dimiliki anak muda. Maka selagi muda saya memilih menjadi singa yang lapar. Melihat semua peluang untuk sebuah luhurnya cita-cita.
Terkesan ambisius. Tapi catatan kali ini sebuah persembahan bagi cita-cita besar yang bahkan dieja oleh pikiran orang lain tidak akan pernah mampu untuk dieja bahkan tak terbaca sedikitpun.
Pikiran sendiri atau sang empunya tulisan itu gamabarannya gimana ya? Abstrak dan memerlukan daya pikir rumit, gabungan dari pernenungan, mencoba logis dimana otak bernengan di alam pikiran pertarungan amat kuat.
Akhirnya warung kopi ngalur ngidul itu mengajarkan …
Lapar dan berani mengambil tanggung jawab besar. Tanggung jawab besar peradaban mencoba untuk membangun obrolan lebih dari sekadar basa-basi, ya selalu ada canda tapi bobot refleksinya jadi mantik alam pikiran.
Gus Dur memang selalu punya jargon “Gitu aja kok repot”. Terkesan santai, tapi “sialnya” kami sebagai santri beliau ijazahi (tadisi atau kultur santri dimana nasihat baik atau amalan dari kiyainya) sebagai bentuk ijazah “beban” peradaban santri.
Gus Dur berujar, Tirakat santri yang paling utama adalah membaca. Ibadah santri yang paling membekas adalah menulis.
MasyaAllah Gus ini bebannya berat banget. Dari warung kopi ngalur-ngidul kadang penuh kelakar itu kami diajarkan untuk “idealisme” dalam hal triakat baca dan ibadah nulis.
Qobiltu (ikrar mengamalkan nasihat kiyai) Gus ijazahnya saya terima. Makasih Gus, Alfatihah buat mendiang Gus Dur.
Salam
Kilik, membaca tuntas, dan komentar. Sangat berarti untuk penulis/editor. Terimakasih. Tertanda Management SISIPAGI.
Leave a Reply