SISIPAGI – Sebuah kepedulian itu lahir dari kesetiakawanan. Pernah ada nyawa yang hampir hilang namun terselamatkan oleh empati kuat dari seorang kawan. Tidak perlu lihat kawan itu menyebalkan atau tidak tapi lihatlah bagaimana kepeduliannya terus diasa atau tidak.
Keinginan menulis terus tentang sebuah ingatan
Sesakali saya ingin menuliskan diary alias pengalaman memorable. Karena pernah ramai pembicaraan di media sosial tentang sebuah pertemanan yang tone deaf.
Pikiran melihat fenomena menarik ini. Sederhananya tone deaf adalah kawan yang tipenya gak peduliaan sama orang. Spesifiknya tidak punya kepedulian pada perasaan seorang sahabatnya.
Sekilas, fenomena Tone Deaf
Lebih jauh dan mendalam istilah ini sudah lama menjadi kajian di dunia neurosicience. Artikel ilmiah berjudul, “Tone Deafness: A New Disconnection Syndrome?” menyebutkan bahwa mengidentifikasi nada tuli yang terjadi karena masalah temporal otak. Lalu belakangan istilah ini jadi “mame” sosial untuk orang yang tidak pedulian, kurang sensitif alias hidup tanpa kepekaan empaty layaknya “tuli” dalam arti sindiran.
Jelas kali ini tidak akan menulis dan menyinggung dunia politik dan alam demokrasi di negeri tercinta ini. Dimana politisinya tidak peduli lagi dengan jeritan rakyatnya. Dia melenggang dengan tarian politik dinastinya misal.
Kali ini saya mencoba munuliskan sebuah catatan kenangan kala mendaki gunung terakhir yaitu gunung Merbabu dengan savana pemandangan indahnya.
Lagi dan Lagi Mendaki
Sebagai ingatan tentu menarik diabadikan jadi kenangan. Tepat hapir dua tahun lalu saya dang teman-teman melakukan hobi menyenangkan. Ya, lagi dan lagi mendaki.
Kisaran 7 atau 8 orang pendakian kala itu kami sebagai tim deal untuk bersama-sama berangkat dari Jogja melewati Magelangga dan menuju kaki gunung Merbabu.
Sebuah perjalanan kala melakukan pendakian banyak keseruan. Dari tingkah lucu bahkan idiotnya seorang kawan.
Ada saja tingkah lucunya, seperti bicara dengan artikulasi kata tidak jelas nadanya serius dan kami sekawanan hanya bisa tertawa. Terlihat idiot, gak perlu detail saya jelaskan karena ya begitulah apa adanya saat kami melakukan pendakian kala itu.
Kesannya seperti bulliying tapi begitulah realitas persahabatan karena begitu dekatnya. Semua bisa jadi tawa walau dari kacamata luar itu semacam caci maki atau hinaan keras. Lagi dan lagi karena dekat.
Sebuah Perjalanan Lucu atau Menyenangkan?
Singkatnya perjalanan kami berdelapan sudah tiba di kaki gunung Merbabu. Cuaca lumayan ekstrim dan kami tiba sore hari magrib, dingin malam di kaki gunug mulai mencekam.
Tiba-tiba sahut-sahutan berteriak kedinginan, baju basah kuyup. Kami semua tertawa dengan tingkah lucu salah satu kawan yang melawak. Dia angkat bicara saja kami semua sudah tertawa.
Bayangkan di dalam suasana perjalan pendakian kalian punya salah satu mahluk astral lucu lagi menyenangkan. Maka perjalanan akan menjadi cerita dan kenangan tersendiri.
Makanya ketika fenomena tone dheaf muncul saya merasakan keanehan istilah ini ketika muncul. Karena walaupun astral dan absurdnya pertemanan. Mereka semua tidak pernah tuli dan cacat empaty, pertemanan yang saling care dengan cara naturalnya.
Faktanya, perjalanan diisi dengan hal yang menyenangkan. Lalu kemudian kelucuan disambut dengan tawa lepas tanpa melipabtkan ketersinggungan. Murni saling mengakrabkan dan tidak ada yang merasa jadi korban fenomena badai tone dheaf. Artinya satu sama lain saling peduli.
Membaca arti pertemanan
Di WC jongkok dengan kepulan asap pembuka hari itu aku tersenyum sendiri. Mengingat ulang nostalgia pertemanan di bangku kuliah saat menemukan mahluk astaral. Batuknya saja membuat kami tertawa.
Namun ada satu momen ketika dalam kesusahan, saat itu seingatku secara acak saja. Aku benaran kehabisan uang sama sekali gak bisa makan untuk hari dimana tanggal tua pun tiba.
Setelah curhat dan berbagi keluh kesah sama teman satu ini. Lucunya, dia hanya punya sisa duit untuk dimakan satu hari namun hanya saja uang itu dipinjaman ke saya. Keesokan harinya dia datang dengan dalih curhat. Dia pun curhat hari itu dia gak punya duit untuk makan.
Kejadian di atas sontak membuat kami saling tatap. Lalu tertawa terbahak-bahak sejadinya, ini kami definisikan kebodohan atau kelucuan kami pun tak tau.
Menyadari arti penting Kepedulian
Kembali cerita tentang pendakian Merbabau di akhir tahun 2022 silam. Kami semuanya bertemu di kuliahan dan dari berbagai kampus.
Bahkan adonan dengan latar belakang asal daerah yang berbeda-beda. Adonan itu dari Sumater, Kalimantan, Sulawesi, Tentunya Jawa sebagai tuan rumah dan berbagai daerah lainnya.
Namun satu hal yang kami pahami bahwa perbedaan latar hingga karakter masing-masing dari hal paling menyenangkan hingga mengesalkan.
“Kepedulian-Kesetiaan” tinjau Tone Doef
Tentu ada saja tipe teman dengan pribadi yang acuh tah acuh bahkan nyawa kawannya hampir hilang dibelantara hutan gunung tidak dipedulikan juga ada saja.
Menimbang ulang definisi tone deaf yang lagi ramai dibicarakan. Mari kita coba pahami definisi awalnya bahwa karean bermasalahnya temporal otak lalu mematikan empaty. Laporan jurnal yang terulis hampir 30 tahun lalu melaporkan bahwa ini adalah penyakit serius.
Pada akhirnya kita bisa memahami untuk menghindari penyakit serius ini dan sekarang jadi penyakit sosial di dunia “pertemanan-persahabatan”. Lalu memilih melesatarikan arti “kepeduliaan-kesetiakawanan”.
Salam dan sampai jumpa di diary hari-hari mendatang.
Saduran dari Artikel Highlight Kompasiana Edis Agustus 2024, dengan beberapa perbaikan.
Kilik, membaca tuntas, dan komentar. Sangat berarti untuk penulis/editor. Terimakasih. Tertanda Management SISIPAGI.
Leave a Reply