Kopi dan Sang Sufi

Kopi dan Sang Sufi
Property of Sisipagi

Sisipagi.comBagaimanapun seorang santri, pelajar, atau manusia pada umumnya akan mengalami sebuah perjalanan. Kadang kita lelah dan butuh secangkir kopi.

Bahkan untuk memulai hari. Secangkir kopi bak penyemangat setelah beberapa kali kita menyeruputnya.

Selain menikmati kopi, kita perlu menilik sejarah sekilas tentang bagaimana para sufi menjadikan kopi sebagai wasilah (jembatan) ketaatan. Ada tirakat ketaatan di dalamnya.

Konon, para sufi sebelum shalat malam menambahkan kopi sebagai sajian “ritual” untuk peneguk pundak dalam ibadah mereka. Minum kopi tidak hanya gaya hidup ternyata.

Bagi sufi, ini sakral dan jembatan ketaatan. Bagaimana dengan kita? Minum kopi sudahkah diniatkan dalam tirakat dan ketaatan?

Jika belum, yuk mulai sekarang niatkan untuk semangat menuntut ilmu hingga mencari nafkah. Ini untuk para santri, musafir, hingga bapak-bapak yang sedang berjuang mencari sebongkah berlian hehehe.

Lebih dari Sekadar Seduhan

Disinggung sekilas di atas bahwa kopi sangat erat kaitannya dengan para sufi. Saya tidak akan menjelaskan sejarah baku dan panjang.

Jelasnya, para sufi di abad pertengahan setelah menemukan kopi semakin mabuk dalam ibadah panjang dan lama, bukan karena aroma kopi semata, melainkan kandungan kafein yang membuat tubuh dan mata mereka bisa terjaga lebih dari sebelumnya.

Kopi menjadi simbol ketekunan spiritual untuk para sufi pada abad ke-15 di Yaman. Meneguk kopi bukan hanya gaya hidup, tapi ada unsur kesakralan di dalamnya.

Sekilas akhirnya kita semua bisa memahami kopi adalah sebuah ramuan sekaligus penenun para sufi dalam mengindahkan ibadah panjang mereka di malam hari. Kala itu, kisaran abad pertengahan Masehi, hal ini sudah sangat masyhur dilakukan.

Menziarahi Amal hingga Ilmu

Jika kita perhatikan uraian sederhana di atas, maka kita dapati bahwa kopi bisa menjadi wasilah untuk amal. Sederhananya, kopi mampu menjadi jembatan penghubung seseorang untuk tegak dalam ibadah dan amal karena memang manfaat dan kandungan kenikmatan yang ditawarkannya.

Saya teringat kala menjadi warga Universitas Islam Indonesia di Jogjakarta, baik sebagai mahasiswa, relawan, dan asisten dosen penelitian sekitar 10 hingga 11 tahun yang lalu. Ada slogan menarik untuk semua civitasnya tentang, “beramal-amaliyah, berilmu-ilmiyah.”

Artinya apa? Ternyata kita tidak cukup hanya beramal-amaliyah saja, tapi kita juga perlu menjadi pribadi yang ilmiah, dengan kata lain seorang muslim yang berilmu.

Lengkaplah sudah, selain mengamalkan ilmu, kita juga terus membekali diri ilmu tanpa henti. Nah, kopi pada akhirnya juga bisa menjadi jembatan untuk kita menziarahi ilmu itu sendiri.

Melebarkan Sajadah Kehidupan

Sang sufi hari ini harus berani membentangkan sajadahnya lebih luas dan hamparannya menyibak jangkauan terluas sebisa sang sufi tersebut. Maksudnya adalah segala tindak-tanduk dampak manfaat yang bisa kita berikan, maka berikanlah semaksimal mungkin.

Bukan sesuatu yang mustahil seorang dokter itu memiliki mental sufi karena dengan ilmu kedokteran ia berniat mengobati banyak hamba agar kian beribadah. Ia maksimal dan menjadi terbaik di bidang tersebut. Maka inilah sang sufi hari ini.

Banyak bidang garapan kemanfaatan yang bisa kita berikan dengan kapasitas masing-masing tentunya.

Allah telah menciptakan dan menyediakan banyak sumber daya, tidak hanya kopi, dan apa saja yang mampu menguatkan kita bergerak lalu memberi manfaat, maka nikmatilah sajian atau seduhan itu selagi halal.

Kopi, Kehidupan, dan Perjalanan Kebaikan

Oh iya, kopi pernah dilarang (diharamkan) oleh kalangan Vatikan di Eropa abad pertengahan dulu. Namun kemudian pada hari itu dihalalkan kembali oleh mereka karena ternyata nikmat dan membawa beragam manfaat.

Bukankah hidup demikian adanya? Tugas kita menjadi seperti kopi, bertransformasi menjadi pribadi yang mampu memberi beragam kebaikan dan kemanfaatan bagi sesama agar kita diterima, bukan ditolak, bahkan menjadi asing. Hidup tapi seolah menjadi mayat berjalan, berkediaman tapi seolah kuburan “sepi.”

Salam.

Writer, Lecturer, Editor: Keseharian menulis, dosen tamu di dunia jurnalistik dan menyusun buku berbagai isu.