Langit Biru di Malam itu

Langit Biru di Malam itu
unsplash / by. Sara Conanici

Diary — Ada satu yang membuat mata dan hati tertegun secara bersamaan. Bagaimana tidak? Tentang birunya langit dan mulianya sebuah malam.

Kini dan bulan ini adalah bulan puasa alias bulan mulia. Lalu bertepatan pula dengan malam-malam terakhir juga dengan dengan malam yang lebih mulia dari 1.000 bulan.

Anehnya, pada beberapa malam belakangan setelah mega merekah seusai shalat magrib, khususnya di Desa Kami, Dusun Kayangan, salah satu dusun yang ada di Jombang ini, tampak terlihat biru, langitnya.

Prolog: “Biru” hingga “Amanah”

Nah biru itulah yang membutku menaruh asa bahwa lingkungan dan udara di pedesaan mash sangat asri. Lalu sontak tercetus ide untuk menuliskan sebuah buku tentang harapan bahwa bumi pertiwi masih bisa diperjuangan untuk menghijau lebih luas.

Selain itu bulan mulia ini menghadiahkanku dan istri sebuah amanah besar. Kami pun sepakat untuk menaruh tirakt kuat dalam memperjuangkan amanah itu.

Amanah tersebut adalah di antara tanda-tanda Kebesaran dan Keesaan Allah satu-satunya. Hanya Dialah yang berkuasa menghidupkan dan menciptakan manusia sebagai Insan Kamil lalu menjadikan insan sebagai Ahsanul Karim (manusia berakhlak mulia)

Langit Biru dan Sebuah Asa

Ketika melihat langit biru malam itu di sepuluh malam terakhir Ramadhan, ya, aku tertegun sekaligus terkesan. Bahwa. Masih ada harapan akan langit yang bersih.

Walau di bumi, ugal-ugalan manusia merusaknya. Di tempat asal saya, Indonesia Timur, baik Sulawesi hingga Kalimantan, praktik pertambangan adalah persoalan dan rahasia umum.

Sekaligus rahasia umum bagaimana pengusaha dan penguasa daerah kawin dalam membabat habis hutan. Sebagian besar tidak pernah memiliki rasa tanggung jawab untuk melakukan penghijauan alias reboisasi.

Haru Biru Harapan itu dari Desaku

Namun apapun yang terjadi di belahan bumi lain dari badan Ibu Pertiwi. Setidaknya, malam di desa kamu kini tepatnya di timur pulau Jawa ada fenomena betapa langit itu bersih dan memancarkan biru.

Semoga semagat kita semua sama yaitu membirukan langit. Caranya? Mulai dulu dari hal kecil semisal menanam pohon.

Bisa saja satu pohon yang kita tanam adalah kebaikan berarti. Dan nantinya menjadi hujjah bagi kita tidak tersentuh api neraka barang sedikitpun. Semoga.

Sebuah Ilham di alam aksara

Dari fenomena di atas akhirnya menginspirasiku untuk menuliskan fenomena alam dan isu lingkungan. “Menarik”, sahutku dalam hati.

Bahwa hijaunya Bumi Pertiwi adalah bentuk cinta kita padanya. Lalu nantinya Allah akan menurunkan Rahmat-Nya, melalui birunya langit.

Aku terpanggil untuk membaca dan mengintip tulisan menarik dari legenda dan tokoh Indonesia. Seperti Haidar Bagir yang menulis buku Ekofa: Ekologi dan Sufisme.

Buku di atas Mengaitkan isu lingkungan dengan nilai-nilai sufistik, menyoroti pentingnya kesadaran spiritual dalam menjaga alam. Nah Ramadhan adalah momen tepat spirit ini kita jaga bersama.

Memahami Isul lingkungan secara Empiris (fakta lapangan)

Dari perspektif empiris yang melihat langsung isu ini di lapangan. Ada tulisan dari Prof. Emil Salim, Hutan, Tanah, dan Air: Jejak Perjuangan Lingkungan di Indonesia.

Buku di atas kali ini menggambarkan perjalanan panjang kebijakan lingkungan di Indonesia, ditulis oleh tokoh yang terlibat langsung. Karena penulisnya pernah menjadi mentri lingkungan di masa kepemimpinan lalu tepatnya di kisaran tahun 80-an hingga 90-an.

Harapanya dengan membaca dan menuliskan isu ini. Kita semu memiliki kesadaran yang sama. Tentang menjaga tanah air dari ancaman krisis iklim juga sekaligus bagian dari amal shaleh. Aaamiin.

Tentang Hadiah (Amanah) di Dunia Nyata

Tidak hanya birunya langit. Momen baik itu juga datang kabar gembira sebagai anugerah sekaligus amanah buatku bersama nyonya (istri)

MasyaAllah. Bulan mulia (puasa) dan tepat di 10 hari terakhirnya, amanah itu datang. Sekali lagi.

Kami sangat percaya dan telah menyatukan visi-misi. Memandang bahwa anak tidak hanya anugerah, melainkan iya adalah sebuah amanah besar.

Bukan hal yang mudah dalam mendidik. Soal rezeki sudah pasti ada dan itulah kekuasaan dari tanda-tanda kebesaran Allah.

Bismillah: Mendidikan dan Menafkahinya

Mendidik anak adalah soal lain, bukan hanya sekedar memberi nafkah. Ada ilmu didalamnya.

Ilmu tentang cara menangani hinnga mengajarkan hal paling luhur di hatinya, tentang Keesaan Tuhan hingga bagaimana menghamba (bersujud pada Tuhan semata) lalu menjadi manusia yang bisa menghargai sesama.

Karakter luhur itu perlu diperjuangkan dalam mendidik anak. Kerjasama bareng sang ratu (istri) akan dilihat pada hari-hari mendatang. Bismillah.

Salam,

Penghujung Ramadhan 1446 H

Persembanhan: Ruang kreasi media SISIPAGI. Untuk kalian yang peduli pada penulis silahkan kunjung laman berikut >>>>> PEDULI PENULIS

Writer, Lecturer, Editor: Keseharian menulis, dosen tamu di dunia jurnalistik dan menyusun buku berbagai isu.