Jika pepatah Eropa “waktu adalah uang” sedang dalam pepatah Arab “waktu adalah pedang pembunuh bagi yang membuangnya”. (26 Rajab 1446 H)
Menampar diri sendiri
Ya kali ini saya akan membuat tulisan sekaligus tamparan buat diri sendiri. Bukan untuk menasihati pembaca apalagi bagi para penulis lainnya.
Jika berkenan membaca. Saya ucap terimakasih untuknya.
Menulis bagi sebagian orang adalah hal istimewa. Padahal ia sama halnya pekerjaan lainnya.
Jika profesional dijalani dan ditekuni maka apapun itu kan jadi istimewa. Sama hal dengan dunia kepenulisan itu sendiri.
Masalahnya, akan menjadi tidak istimewa jika menulisnya hanya senin-kamis. Ini sering saya alami sendiri.
Jika melihat pemilik media besar layaknya Dahlan Iskan. Hingga hari ini beliau masih menulis tiap harinya. Sejak belia hingga usianya senja menulis adalah kebiasaan harian beliau.
Menulis tidak hanya sekedar hobi
Menulis bisa juga sebuah hobi. Bukan sesuatu yang luar biasa. Sama sepeti agenda-agenda hobi lainnya setakat periang hati untuk mengisi hari-hari.
Apapun persepsinya, anggapan bahkan sematan menulis dan penulis itu apa. Itu tidak perlu diperdebatkan. Yang jelas menulis itu pilihan.
Tidak hanya sebuah hobi. Menurut saya bahaya jika menulis hanya hobi.
Kita akan senin-kami nulisnya jika dijadikan hobi. Ini pendapat pribadi dan sangat kuat oleh persepsi dari pengamatan serta perjalanan di dunia kepenulisan.
Menulis adalah Pilihan
Nah, berbicara menulis sebagai pilihan. Hal ini selalu jadi ‘momok’ tersendiri prihal waktu.
Menulis selain kerja kreatif juga kerja ide. Kalau sudang bahas dunia ide tidak lain tidak bukan perlu waktu untuk membaca, melihat dan mengamati hal baru bahkan bersiaplah jadi pendengar yang baik.
Jika menulis adalah sebuah pilihan. Maka yang terjadi jemari, mata dan telinga bekerja lebih untuk jadi tool alias mesin penggerak paling ekstra bekerja.
Perlu ide “menarik” sebagai bensin
Kesemua hal diatas dilakukan untuk kebutuhan kekuatan ide dalam menulis. Dan ide atau inspirasi itu tidak datang tiba-tiba.
Prosesnya ada beriring pengalaman masing-masing. Selain itu, ide perlu diperjuangkan. Dengan kata lain ide bukan tamu tak diundang hehehe.
Sebelum melanjutkan tulisan ini mari kita sepakati bersama. Bahwa bensin dari sebuah tulisan adalah ide. Sepakat? Gak harus sepakat sih, yuk lanjut!
Hal paling krusial adalah waktu
Inilah hal paling menentukan dalam dunia kepenulisan. Waktu bagai emas sekaligus seberbahaya pedang tertajam.
Artinya menulis dengan pemanfaatan waktu sebaik mungkin bisa menjadikannya emas. Sebaliknya, akan membunuh penulis itu sendiri.
Ya, karena waktu. Banyak penulis yang mati.
Menulis butuh waktu. Proses ide hingga menggarapnya jadi tulisan. Baik menulis artikel, buat buku, menggarap novel dan lain sebagainya.
Belum lagi membaca banyak buku. Sebab penulis yang baik adalah pembaca yang rakus.
Berharganya sebuah waktu
Terkadang yang terjadi, penulis buang-buang waktu. Ini jebakan dikarenakan waktu bagi mereka tidak hanya emas, tapi pedang yang dapat mematikan karir mereka itu sendiri.
Dalam ungkapan atau nasihatnya, “alwaktu kal syaif” waktu itu seperti padang. Sewaktu-waktu dialah yang membunuhmu, kala waktu itu bukan digenggamanmu.
Dikala waktu bagi penulis tidak digunakan untuk menggores pena. Maka pena itu akan mati terhunus oleh tajamnya pedang waktu yang sedetikpun tak bisa kembali.
Senerai Penutup: ambil waktu atau buang-buang saja?
Diakhir sajian kali ini saya hanya ingin beratanya saja. Tidak ceramah layaknya seorang paman.
Ya pertanyaan sepele kali ya. Untuk sebagian kita bahkan hanya hal biasa saja.
Pertanyaannya sederhana dan dijawab serta dilaksanakan dihati dan diri masing-masing.
Sebuh refleksi bersama. Masihkah kita hari ini buang-buang waktu atau sudah berusaha mengambil waktu itu lalu memanfaatkannya sebaik mungkin?
Jawab di hati masing-masing! Salam.
Sore hujan di Dsn. Kayangan, 25 Rajjab 1446 H
Leave a Reply