Sisipagi.com – Menjalani puasa, seiring waktu terkadang ada satu pertanyaan untuk diri apakah memberi dampak pada hati? Dan ternyata tinjauan bahasa, kesehatan serta psikologi kesemuanya memiliki keterkaitan antara satu sama lain. Kali ini kita akan mengurainya dari arti dan defenisi kata penyambutan pada bulan ramadan itu sendiri Marhaban ya Rmadan. Kita uraikan perlahan secara sederhana.
Marhaban ya Ramadan: Menyambut Bulan Penuh Kebaikan dengan Lapang Hati
Meninjau makna penyambutan ramadan dengan kata marhabah, tinjauan kebahasaannya memberi arti bahwa marhabah secara harfiah alias secara sederhana artinya tanah yang lapang atau sesuatu yang lapang. Artinya kelapangan hati dalam berpuasa sangatlah dianjurkan, untuk itu dalam menyambut ramadan seringkali kita mendengar kata Marhaban ya Ramadan. Marhaban itu berasal dari kata “Marhabah”. Definisi marhabah Ini juga dipopulerkan oleh guru kita Prof. Quraish Shihab saat mengurai aspek kebahasan tentang menyambut bulan ramadan.
Pertanyaan mendasar apakah puasa secara psikologis membuat kita menjadi manusia-manusia atau insan yang sudah semakin memiliki kelapangan dada. Artinya memiliki jiwa besar dalam banyak hal, baik secara interaksi sosial, emosi dan pengendalian diri. Atau mudahkah kita menerima beragam keterebatasan dan kekurangan yang ada. Jika telah mampu, maka puasa itu bedampak pada aspek psikologi diri sebagai individu.
Puasa: Lebih dari Sekadar Menyehatkan Tubuh, Pengobat Hati dan Pikiran
Ada beragam penelitian yang menunjukan bahwa puasa mampu menghasilkan kualitas hormon baik bagi tubuh manusia. Pembaca bisa melacaknya dari berbagai jurnal penelitian yang ada. Satu hal yang ingin saya garis bawahi bahwa, pada dasarnya puasa adalah hal “menyehatkan”. Artikel sedehana ini mencoba “meneropong” keterkaitannya dengan dunia psikologi yang saya sebutnya psikologi hati.
Erat kaitannya kondisi psikis seseorang yang memiliki kecemasan berlebihan ternyata bisa diatasi dengan puasa. Jika ditinjau secara klinis dan dalam dunia kesehatan, pada tahun 2016 Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia mengeluarkan sebuah penelitian, “Hubungan Puasa Sunnah dengan Tingkat Kecemasan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Angkatan 2013 UII Yogyakarta”. Dalam penelitian ini ditemukan melalui hasil analisis Chi-Square bahwa variabel puasa sunnah berhubungan signifikan dengan tingkat kecemasan. Ditegaskan juga bahwasanya apabila intensitas puasa meningkat itu akan mempengaruhi menurunnya tingkat kecemasan.
Uraian di atas menunjukan betapa puasa tidak saja menyehatkan ternyata mampu jadi obat bagi hati, bagi cemasnya hati bahkan bagi stressnya pikiran. Lagu “Tombo Ati” karya Opick juga kian relevan dengan uraian ini di satu liriknya, “obat hati ada lima perkara.. ke (sekian) perbanyaklah berpuasa.. (dan seterusnya)”.
Psikologi Hati
Psikologi hati sebagaimana saya singgung di awal tadi dalam Islam juga dikenal dengan sebutan Tazkiyatunnafs. Untuk itu Gus Mus dalam sebuah tulisannya menegaskan perihal puasa, “Begitu berniat berpuasa, sebenarnya kita sedang bertekad menghajar kemanjaan jasad kita yang binal, menekan nafsu liar dan seringkali kampungan. Dan sekaligus memberi jalan kepada ruh kita untuk berkomunikasi dan berdekat-dekat dengan sumber hidupnya, Sumber segala sumber: Allah Yang Maha Agung”.
Menyambung tulisan kutipan tulisan Gus Mus, ada satu penggalan Syair dari pujangga arab bernama Hutai’ah beliau mengatakan, walastu araa assa’aadata jam’a maalin, walakinnattaqaa lahiyassa’idu wataqwallahu khairuzzadizzukhra. Artinya: menurut pandangan diri ini, kebahagian itu bukan pada tumpukan harta, akan tetapi (bahagia) itu ketakwaan, sedang takwa kepada Allah adalah sebaik-baiknya bekal.
Uraian panjang tulisan kita kali ini menghantarkan satu kesadaran penuh. Sebagaimana di awal saya menyinggung akan sebuah kelapangan hati, maka puasa selain melapangkan hati ia juga secara kesehatan menyehatkan organ hati kita alias pengobat hati yang secara psikologi hati ia mampu menghilangkan stress bahkan kecemasan serta gelisah dan gundah gulananya hati.
Penutup
Dan yang terpenting dari kesemuanya, kita diingatkan lagi betapa sumber kebahagian sejatinya adalah ketakwaan kepada Allah Tuhan Yang Esa. Satu-satunya yang berhak disembah. Tulisan sederhana semoga jadi satu kesadaran penting tentang esensi lain tentang puasa, jika harus menggalinya lebih dalam tentu akan lebih kaya maknanya, namun kendala miskinnya ilmu dan belum kokohnya tangkai pena saya mungkin baiknya kita berjumpa di goresan-goresan berikutnya dengan harapan memberi nutrisi hati dan pikiran yang lebih “bergizi” untuk kita semua.
Salam
Untuk kalian yang peduli dan menikmati tulisan ini lalu berkenan memberikan tip buat penulis, caranya? Silahkan klik laman berikut: tip dan jajan penulis , terimakasih:)
Leave a Reply