Sahabat: hidup bukan tentang uang, tapi kehadiran yang berarti

Sahabat: hidup bukan tentang uang, tapi kehadiran yang berarti
Unplash by. Ian Schnieder

sisipagi.com – Sahabat! Bicara kehidupan realitas ya pastinya digerakan dengan uang. Tapi hidup seutuhnya tidak melulu tentang uang. 

Hidup butuh uang, Emang!

Tidak ingin jadi manusia munafik apalagi bertopeng idealisme untuk sebuah jebakan diri sendiri. Rasanya terlalu naif mengutuk bahwa uang tidak perlu. 

Bukan itu pembahasan kita kali ini. Melainkan bahwa sebuah kehadiran diri untuk pasangan, keluarga bahkan sekitar adalah mata uang paling berharga yang pernah ada. 

Ini artinya memang hidup butuh uang bukan? Tidak semata uang kertas tapi wujud “uang” dalam bentuk lain juga sangat dibutuhkan. 

Kehadiran adalah sebuah hadiah 

Ketika saya mengunjungi teman kuliah dulu dalam acara duka. Orang tuanya baru saja meninggalkan, tampak binar di matanya betapa kehadiran kami sahabat dan temannya adalah hal berharga bak sebuah hadiah. 

Di acara duka kami membicarakan hal-hal jenaka. Dasarnya memang saya tidak pandai berbasa-basi mengucapkan ucapan duka. Jadi, bahanya hanya bisa jenaka apa adanya walau jokesnya bapak-bapak hehehe. 

Sebuah kehadiran beragam bentuknya. Akhirnya kita semua memahami bahwa hadiah buakanlah barang mewah semata. Kondisi tertentu hadirnya sahabat adalah kemewahan tak terbayarkan oleh apapun. 

Mata uang “abadi” itu persahabatan

Berbicara kehadiran sahabat. Lagu “Sahabat Kecil” yang dipopulerkan Ipang masih sangat relate dengan kita. 

Artinya betapa persahabatan itu abadi dalam ingatan. Kita dalam keadaan tertentu hanya butuh kehadirannya. Ya, baik di ingatan atau hadir ada di hadapan saat terpaan hidup menampar keras. 

Tulusnya sebuah persahabatan menjadikan semua terasa berarti. Ia bahkan menjadi mata uang abadi dikantong ingatan, selalu kita kenang. 

Teringat hangatnya Persahabatan

Saya teringat dengan sahabat saya dari Sorong Papua Barat. Kami kuliah di Jogja dan sahabat satu inilah yang menemani, mengajari, memberikan masukan jujur, dan banyak lagi. 

Ia sangat tulus menemani keterpurukan. Bahkan pandai merayakan sebuah pencapaian kecil hingga ide-ide gila ketika saya utarakan. 

Asli kerinduan terhadap sahabat ini tak lekang. Masih terbayang bahasa tubuhnya yang pandai mendengarkan. Dari hati ke hati memberikan masukan baik. 

“Sio a sa rindu sekali” (dalam dialeg Papua dia berteriak kala dering telpon dari saya diangkatnya. Saya menjawab “Hormat pace, sebaliknya sa rindu eee..”.

Ketika kita dan persahabat sama-sama menelan pahitnya dunia 

 Mari kita bicara dari hati ke hati. Tulisan sederhana ini aku persembahkan untuk semua sahabat dimanapun kalian. 

Ya untuk kalian yang masih mengenang sebuah persahabatan. Ketika kita sema-sama menelan pahitnya dunia. 

Untuk sahabat yang sedang berkutat mencari kerja, sahabat yang baru saja menjalin satu tahun usia pernikahan, untuk kamu yang disiku teman kerja di kantor penuh sesaknya persaingan. Apapun yang kalian alami. 

Satu kalimat untuk kalian, jangan pernya nyerah ya. Sial memang, kita sama-sama tau itu pahit. Telan dulu nanti jika kita bertemu kembali kita tertawakan sama-sama bahkan kita tangisi hal paling pahit di pukul 2 dini hari ya sembari membicarakan hal paling sejati tentang Cinta Tuhan tak pernah mati. 

Sampai jumpa sahabat: simpan ya “uang” itu 

Uang itu pernah kita gunakan untuk membeli kenangan yang tak terbeli sampai kapanpun. Ia berubah wujud jadi investasi ingatan paling berharga untuk diingat lagi bahkan jadi pelajaran berharga. 

Sebut saja uang kita adalah dolar ingatan atau rupiah kenangan. Sesuka hati. Asal disimpan baik-baik dan jangan terkubur oleh apapun. 

Sampai Jumpa Sahabat

Salam

Tepuk 👏🏻 dan komentar 💬 pembaca. Teramat berarti bagi penulis. Terima kasih. 🙏🏻

Writer, Lecturer, Editor: Keseharian menulis, dosen tamu di dunia jurnalistik dan menyusun buku berbagai isu.