Sudahi “Membaca” Buku!

Sudahi "Membaca" Buku!

Sisipagi.com – Menelusuri dan melihat lebih jauh tentang dan tantangan dunia buku sebagai penulis memahami dan menyadari betul bahwa minat membaca buku yang relatif naik turun. Tentu dikarenakan banyak faktor, kenapa minat baca kita kurvanya naik turun. Sebuah perdebatan ketika harus menghakimi angka membaca kita karena melek membaca di media sosial tinggi.

Bagaimana keadaan kenyataan membaca masyarakat kita

Namun sebuah fakta bahwa membaca buku sangatlah rendah di negri kita dikala negara-negara di Eropa semakin menggeliat mencetak buku dan “meninggalkan” bacaan digital secara signifikan. Semoga tulisan dengan judul yang menggelitik ini memancing mata kita bersama sebagai refleksi sesama anak bangsa yang peduli pada literasi terkhusus membaca buku.

Sesekali ingin menulis dengan judul sedikit clickbait. Ya, yang saya rasakan dan gelisahkan di dunia literasi adalah ketertarikan kita semakin hari pada membaca buku semakin berkurang.

Rendahnya minat baca ini akan berdampak panjang bagi peradaban dan nasib kita sebagai bangsa. Bangsa yang buta adalah bangsa yang tidak membaca. Manusia paling kerdil adalah manusia yang tidak membaca.

Harus kita akui bahwa di negara kita hanya ada 1 dari 1000 orang yang membaca buku. Indeks Menuju 380 juta penduduk Indonesia ada berapa ratus juta manusia ‘terkerdilkan’ karena tidak membaca?

data populer dan kenyataan tentang indeks baca buku di indonesia

Tak heran jika Kemenkominfo merilis laporan terbaru sekaligus jadi perhatian serius bahwa minat baca yang rendah ini adalah pekerjaan rumah kita bersama. Dirilis oleh Kementrian terkait bahwa minat baca Indonesia hanya bertengger dari dulu hingga saat ini di angka 0,001 persen. Artinya yang membaca hanya segelintir orang di Indonesia. 

Perpustakaan Nasional (Perpusnas) tahun 2023 melaporkan sebuah kabar optimis di sisi lain, rata-rata masyarakat Indonesia mulai membaca empat sampai lima bahan bacaan per tiga bulan. Hal demikian tetap saja jadi catatan kritis bahwa betapa masyarakat Eropa perpekean bisa 7 bacaan artinya tiap hari selalu dinamis membaca beragam bahan bacaan. Semoga kita bisa lebih baik semoga.

Seberapa besarkah upah penulis, hingga sulit mencari penulis lokal

aktivitas menulis hingga larut malam

Muhidin Dahlan dalam unggahah tulisannya “Menjadi Penulis (Buku), Siapa Mau?”, mengungkapkan data bahwa para penerbit buku di Indonesia menerbitkan 80% buku-buku terjemahan sedang 20% buku lokal. Ketika ditanyakan kepada penerbit kenapa timpang sekali hanya 20% menerbitkan buku lokal? Maka dengan tegas mereka menjawab, sulit sekali mencari penulis lokal! Saya menarik nafas melihat realitas literasi buku di negri ini (rumah kita).

Penulis lokal tentu memilik alasan kuat kenap berhenti dan gagal menjadi penulis produktif. Upah penulis dikenakan 10% royalti. Ribuan eksemplar biaya produksi cetaknya. Upah ini pun melalui proses panjang dan tidak jarang membuat lelah bagi empunya alias penulisnya.

Ini memanggil nurani untuk berbuat sesuatu. Dengan ikut mengembangkan media kecil yang dan mengajak satu dua penulis untuk kolaborasi menulis. Kemudian, mencari tau ngurus ISBN, menerbitkan di percetakan dengan harga miring, dan marketing atau jualan buku sekalian. Isitilah ini saya menyebutnya “Penulis Jemput Bola”.

Hal di atas hanya langkah kecil untuk meyalakan lilin kecil ditengah gersangnya nyawa literasi membaca buku. Semoga jadi spirit penguat bersama bahwa buku masa depan kita tak mati lekang oleh masa dan racun zaman.

Senerai Penutup: Ratapan penulis dan tawaran alternatif

Judul tulisan ini Sudahi “Membaca” Buku! hanyalah kekesalan personal sebagai penulis. Saya marah iya karena kondisi kita yang tak peduli pada membaca. Sangat subjektif memang karena tidak semua orang bisa “dipaksa” untuk membaca.

Sudahi "Membaca" Buku!

Dari pada banyak meratapi keadaan dan realitas sebagai bumbu bacaan saya akan menyadarkan bahwa bau buku sangatlah istimewa. Padahal orang-orang itu tidak paham bau buku cetak yang kalian baca ditambah aroma kopi dan bau tanah setelah hujan adalah surgawi mengalahkan nikmatnya daun surgawi sekalipun.

Apa itu daun surgawi? Ya kita akan cerita sedikit. Saya memiliki teman yang kecanduan daun surgawi dan sedikit saran untuknya bahwa baca buku dengan menghirup udara hujan perlahan iya nikmati ini dan tidak lagi kecanduan. Buku pun jadi terapi dan penyembuhnya. Tak perlu saya jelaskan apa itu daun surgawi!

Bagaimana? Masih ragu untuk membaca sebuah buku. Jika masih yasudah, anggap saja ini tulisan sampah. Tak perlu dibaca tuntas. Ajakan membaca ini sebuah bualan belaka.

Tapi jika pembaca tergerak untuk membaca. Itu bukan karena tulisan ini tapi memang Ilham Ilahi alias inspirasi dari Tuhan langsung. Perintah pertama dalam Qur’an yang turun memang perintah membaca. Perintah Iqro artinya membaca adalah fakta.

Jika membaca adalah fakta perintah dari Tuhan. Lantas masih ragukah kita semua untuk tergerak membaca buku? Sejatinya membaca adalah sebuah tindakan berharga untuk kita senantiasa bertumbuh sebagai manusia berpikir ada baiknya jadi renungan mendalam untuk kitas semua.

Silahkan memberikan pandangan dan gagasannya tentang jangan “membaca” buku. Tulis dan komentari ya. 

Salam.

~~~

Untuk kalian yang peduli dan menikmati tulisan ini lalu berkenan memberikan tip buat penulis, caranya? Silahkan klik laman berikut: tip dan jajan penulis , terimakasih:) 

Writer, Lecturer, Editor: Keseharian menulis, dosen tamu di dunia jurnalistik dan menyusun buku berbagai isu.