Tenang adalah Mata Air Penyembuh Terbaik

Tenang adalah Mata Air Penyembuh Terbaik
futuristic abstract / albar collections

Albar Rahman – Dari Ibnu Sina hingga Kiai Wahab Hasbullah, dari sepenggal bait Shalawat Burdah hingga buku legendaris The Canon of Medicine. Kita pun akhirnya menyadari bahwa ketenangan adalah sumber mata air kesembuhan.

Ketenangan: Resep Lama yang Terlupakan

Pernahkah kita berpikir bahwa ketenangan adalah bagian dari penyembuhan? Dalam catatan sejarah, Avicenna—atau yang kita kenal sebagai Ibnu Sina— menekankan bahwa ketenangan pikiran dan hati adalah fondasi dari proses penyembuhan.

Sebagai dokter dan filsuf besar abad pertengahan, pengamatannya bukan sekadar teori, melainkan berdasarkan pengalaman panjang dalam dunia medis. Dalam bukunya The Canon of Medicine, Ibnu Sina menuliskan, “Sesungguhnya, ketenangan jiwa dan hati adalah kunci utama dalam proses penyembuhan, sebagaimana tubuh yang sehat berasal dari pikiran yang damai.”

Namun, dalam hiruk-pikuk dunia modern, kita sering melupakan bahwa keheningan dan kedamaian bisa menjadi obat yang luar biasa. Bukankah demikian saudara?

Fakta yang Sulit Dibantah

Sejumlah penelitian medis dan psikologis modern juga mendukung gagasan ini. Penelitian di bidang psikoneuroimunologi menunjukkan bahwa pikiran yang tenang dan positif dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Selain itu, penelitian oleh Harvard Medical School mengungkapkan bahwa pasien yang rutin berlatih mindfulness (menenangkan diri dengan pikiran) mengalami pemulihan lebih cepat dari berbagai penyakit kronis. Ketika kita rileks, tubuh memproduksi hormon endorfin yang membantu mengurangi rasa sakit dan meningkatkan perasaan bahagia.

Ada begitu banyak kasus di mana pasien yang sakit parah tiba-tiba menunjukkan pemulihan signifikan hanya karena mereka berhasil menjaga ketenangan batin. Pikiran yang damai berkontribusi besar pada pemulihan tubuh, mengurangi stres, dan meningkatkan sistem imun. Bahkan, banyak rumah sakit dan pusat penyembuhan kini mulai memasukkan terapi mindfulness dan meditasi sebagai bagian dari metode pengobatan.

Pengalaman Pribadi: Menjinakkan Sakit dengan Pikiran

Genap setahun saya mengalami sakit gigi. Ada momen di mana rasa sakit itu begitu menyiksa, hingga sulit untuk sekadar berpikir jernih. Namun, dalam beberapa bulan terakhir, saya mulai bereksperimen dengan alam pikiran saya sendiri.

Alih-alih melawan rasa sakit dengan panik atau gusar, saya mencoba untuk benar-benar tenang—bukan sekadar diam, tetapi menenangkan pikiran sejak dari akarnya. Saya menyadari bahwa ketika pikiran jernih, rasa sakit menjadi lebih terkendali. Sebaliknya, ketika saya gelisah atau gusar, rasa sakit itu menyerang begitu hebat, seakan mengambil alih seluruh tubuh.

Tenang Itu Tidak Pasif, Tapi Aktif

Banyak orang mengira bahwa ketenangan berarti pasrah atau tidak melakukan apa-apa. Padahal, ketenangan yang sesungguhnya adalah kondisi aktif. Ini adalah keadaan di mana seseorang mampu mengontrol pikirannya, memilih untuk tidak bereaksi secara berlebihan, dan tetap berpijak pada kejernihan dalam bertindak. Jika ketenangan hanyalah keadaan pasif, maka ia tak akan punya efek penyembuhan yang nyata.

Pada akhirnya, ketenangan akan menyembuhkan dan kegelisahan menambah kesakitan. Jangan lupakan dimensi ini. Tenang adalah harta karun termahal yang kita miliki.

Menyentuh Dimensi Lebih Dalam: Ketenangan dan Kejernihan Hati

Kebiasaan dan tindakan terapi tiap kita beda-beda untuk menenangkan diri. Ada afirmasi, yaitu mengucapkan kata-kata positif berulang. Ada juga yang memilih zikir dan shalawat sebagai jalan ketenangan.

Saya teringat riwayat kebiasaan Kiai Wahab Hasbullah, salah satu tokoh pendiri NU. Saat menulis, beliau pernah kesulitan menemukan judul yang pas hingga kepalanya sakit. Beliau pun menepi sejenak, menenangkan diri sembari melantunkan shalawat dari penggalan syair Burdah: Maula ya sallim wasallim daaiman abada… dan seterusnya. Akhirnya, beliau menemukan judul yang tepat.

Saya mencoba menerapkan hal serupa, dan kejadian yang saya alami pun mirip. Banyak artikel saya yang judulnya berwasilahkan shalawat—berkah mengikuti jejak ulama besar negeri ini. Subhanallah.

Senerai Penutup

Ketika ketenangan bukan hanya soal pikiran, tetapi juga hati, maka kita memasuki dimensi yang lebih dalam. Bukan sekadar tidak panik, tapi benar-benar menerima kenyataan dengan lapang dada. Dalam kondisi seperti ini, kita bisa merasakan bagaimana tubuh dan jiwa saling bekerja sama untuk pulih. Rasa sakit, baik fisik maupun emosional, menjadi lebih tertangani.

Pada akhirnya, ketenangan bukan sekadar saran atau anjuran klise, melainkan mata air penyembuhan yang nyata. Ini bukan berarti kita bisa menggantikan obat-obatan atau prosedur medis dengan ketenangan semata, tetapi ketenangan adalah elemen penting yang sering kali diabaikan dalam proses penyembuhan. Jika kita bisa menenangkan pikiran dan hati, mungkin, tanpa kita sadari, kita sudah berada di separuh jalan menuju kesembuhan.

Salam.

Griya Kenanga, 11 Februari 2025

Writer, Lecturer, Editor: Keseharian menulis, dosen tamu di dunia jurnalistik dan menyusun buku berbagai isu.