Diary — Kali ini saya ingin berbagi oleh-oleh perjalanan diri, dan semoga ini juga menjadi perjalanan kita semua.
Surat cinta untuk bulan April bukan tentang keseruan April Mop atau semacamnya. Ini tentang perjalanan yang baru saja melewati bulan mulia.
Dari bulan Rajab, di mana ada momen ijab qabul saya dan nyonya (istri), hingga Sya’ban, lalu menemui Ramadan, dan kini pada April ini bertepatan dengan bulan Syawal. Bukankah semua bulan ini adalah purnama indah yang mampu mendidik kita?
Baru Saja Belajar di Bulan Mulia
Selama 30 hari kita dididik oleh bulan puasa nan mulia. Kita ditempa untuk menahan lapar dan mengeluarkan zakat fitrah.
Logikanya, mengapa setelah kita berlapar-lapar ria lalu diberikan kewajiban mengeluarkan zakat alias menyisihkan sebagian makanan pokok kita? Tentu untuk nalar rasional, ini tak menemukan jawabannya.
Namun, hanya iman dan keimanan di hati yang membuat kita melakukannya. Tentu ada hikmah di dalamnya.
Ada baiknya kita renungi sejenak! Tidak melanjutkan membaca tulisan ini pun tidak masalah, semoga kita semua menemukan jawaban di versi kita masing-masing.
Menjemput Hari yang Suci
Dear April, alias bulan April kesayangan.
Terima kasih sudah bergandengan tangan dengan bulan Syawal, di mana pada 1 Syawal kami, umat Muslim, merayakannya sebagai hari kemenangan. Ya, kami menjemputnya sebagai kesucian diri.
Di antara kami saling memaafkan dan bermaaf-maafan. Walau tak jarang, tanpa sadar, melaukai hati sesama hanya dengan pertanyaan “hukum sosial” seperti, “le, dah rampung kuliahnya, dah nikah, kerja di mana?” dan tetek bengek pertanyaan yang mengganggu kenyamaan cairnya suasana.
Nampaknya, di hari yang fitri nan suci ini, perlu diistighfari sebagai deterjen pembersih kesucian hari itu. Ya perlu insaf kembali setelah mengaku merayakan “kemenangan”.
Semoga April kali ini menjadi refleksi tersendiri. Berbeda, dan harapannya lebih baik dari sebelumnya. Aamiin.
Petikan Hikmah
Jika harus mengambil hikmah dari bulan Rajab, Sya’ban, Ramadan, hingga Syawal — bulan-bulan yang bersejarah — setidaknya ada refleksi bagi perjalanan saya di tahun ini yang bertepatan dengan bulan April.
Dari pernikahan hingga perayaan kemenangan. Dari Rajab hingga Syawal.
Pelajaran terluhurnya adalah bahwa pernikahan bisa kita maknai dengan berbagai cara. Ada yang menganggap pernikahan sebagai perjalanan terberat, ada juga yang melihatnya sebagai kemudahan.
Singkatnya, baru-baru ini — ya, di bulan April ini — saya dan nyonya (istri) menyepakati bahwa pernikahan itu, selain sebuah perjalanan, ternyata juga merupakan kemewahan.
Kemewahan versi kita masing-masing. Kontrakan kecil kami saat ini adalah kemewahan. Kendaraan, dan apa saja, hingga camilan alias jajanan kering untuk sajian tamu lebaran, juga kami sepakati sebagai sebuah kemewahan.
Surat Cinta untuk Diri Sendiri
Inilah pelajaran termahal bagi kami berdua. Setelah melewati bulan-bulan dalam pernikahan dan ibadah puasa di bulan mulia menuju bulan fitrah, di mana kita semua menyebutnya bulan kemenangan.
April kali ini telah mengajarkan bahwa diri ini harus lebih terdidik. Sudah belajar pada bulan-bulan lalu.
Maka harapan besarnya, April juga menjadi pelajaran yang tak kalah berharganya. Semoga April dan bulan-bulan mendatang menjadi pelajaran demi pengamalan banyak hikmah yang sudah dipetik sebagai buah paling berharga.
Aamiin. Salam di bulan April sebagai surat cinta untuk diri sendiri.
3 April 2025
Griya Kenanga Guest House, Kwaron Jombang
Persembanhan: Ruang kreasi media SISIPAGI. Untuk yang peduli penulis silahkan kunjung laman berikut >>>>> PEDULI PENULIS
Leave a Reply